08 September, 2008

artikel

p Pintar untuk Identifikasi

Gagasan mengawasi orang lain, barangkali sama tuanya dengan peradaban manusia. Penulis George Orwell dengan bukunya yang berjudul 1984, bahkan secara sinis menggambarkan pengawasan terus menerus oleh bung besar atau Big Brother. Kini di zaman teknologi informasi, gagasan untuk mengawasi orang lain, baik untuk tujuan jahat atau tujuan mulia, semakin nyata dalam bentuk chips pintar untuk identifikasi.



Ukuran chips-nya relatif kecil, mulai dari hanya sebesar sebutir beras sampai beberapa sentimeter persegi. Akan tetapi dengan chips tsb, perilaku ataupun kebiasaan seseorang dapat dilacak dan dimata-matai. Chips pintar itu bernama generik RFID, singkatan dari identifikasi frekuensi radio.

Seiring dengan perkembangan teknologi produksi chips, yang kini dapat dibuat dalam ukuran kecil dengan daya memori besar, atau dapat digulung dan dilipat, dan diproduksi secara massal dengan harga murah, chips mata-mata ini sekarang menjadi barang kebutuhan sehari-hari. Dewasa ini hampir semua produk yang dijual, pasti dilengkapi chips atu kode pintar RFID, dari mulai mobil, pakaian, sepatu, produk elektronik sampai bungkus makanan.

Memang banyak keuntungannya dari penggunaan chips tsb. Misalnya saja, produk menjadi sulit dipalsukan, counter pembayaran dapat mengetahui harga dengan tepat, dan keamanan barang dari pencurian semakin tinggi. Dengan begitu toko-toko menjadi lebih efisien dan kesalahan ditekan sampai minimal. Disamping itu, toko dapat mengetahui peredaran barangnya. Misalnya saja, sebuah sepatu yang dilengkapi RFID, jika dilacak menggunakan sinyal radio, akan menjawab dan diketahui kemana dibawa setelah dibeli. Atau pembayaran menggunakan kartu kredit, dapat dilacak dengan kode RFID tertentu.

Banyak perusahaan pembuat barang manufaktur atau supermarket menyambut dengan antusias penggunaan chip identifikasi tsb. Pertimbangannya di satu sisi keamanan barang yang dijual, dan di sisi lainnya efisiensi dalam penyimpanan di gudang dan dalam penjualan. Keamanan dan efisiensi tentu saja menjadi amat penting, dalam zaman konsumerisme saat ini. Kerugian industri dan supermarket akibat pencurian atau pengutilan barang, setiap tahunnya ditaksir mencapai 50 miyar Dolar.

Dengan memanfaatkan chip mata-mata pintar RFID, diharapkan tingkat pencurian barang di pabrik atau di supermarket dapat diminimalkan. Selain itu, jika dipasangi RFID kuat yang dilengkapi baterai, sinyalnya dapat terus dilacak, sehingga pencuri atau tukang tadahnya dapat ditangkap. Itu keuntungan yang hendak dipetik sektor ekonomi. Akan tetapi para aktivis pembela hak asasi, melihat adanya ancaman bahaya baru dari RFID, yakni hilangnya hak privasi seseorang. Manusia kini bagaikan telanjang di depan pengusaha. Data pribadinya dapat diketahui dengan mudah. Kebiasaannya diamati, untuk kepentingan komersial.

Juga penjahat diuntungkan

Skenario yang digambarkan Orwell dalam bukunya 1984, akan segera menjadi kenyataan. Bukan hanya pengusaha yang akan diuntungkan, para penjahat-pun dapat memetik keuntungan dari teknologi canggih itu. Misalnya saja, dengan melihat bungkus barang elektronik mewah di tempat sampah seseorang, penjahat dapat menebak kebiasaan dan kekayaan pembelinya. Caranya, dengan melacak dan mencuri data-data pelanggan, yang sebelumnya sudah dihimpun oleh pengusaha melalui chips RFID.

Secara tidak terasa, kita memang sudah memasuki dan dimasuki teknologi identifikasi canggih itu. Misalnya saja perusahaan multinasional pembuat pisau cukur Gilette sudah memesan 500 juta chips RFID, untuk dipasang di produk buatannya. Dengan begitu, Gilette dapat melacak, siapa, bagaimana kondisinya dan di mana pelanggan potensialnya. Atau supermarket AS terkemuka Wall Mart, yang akan memasang RFID pada semua produknya. Jika pelanggan berbelanja ke Wall Mart, data belanjaannya akan disimpan. Jika ia kembali lagi belanja, kereta belanjaan pintar akan memberi tahu, barang apa saja yang pernah dibelinya. Kereta barang juga akan mengingatkan pelanggan, untuk membelinya jika kereta barang melintasi rak produk bersangkutan.

Bagi orang pelupa, peringatan semacam itu amat berguna. Akan tetapi bagi konsumen yang sadar, mereka akan segera mengetahui, kebiasaan dan kegemarannya sudah dimata-matai. Sabun apa yang ia pakai, makanan apa kegemarannya, baju merek apa favoritnya atau parfum apa yang dipakai, semua tersimpan dalam data pelanggan di supermarket. Mereka yang kritis, juga akan dapat menduga, informasi itu pasti tidak hanya disimpan di supermarket bersangkutan. Sebagian atau seluruhnya pasti diteruskan ke pihak ketiga yang berkepentingan, misalnya industri pakaian, makanan dan barang elektronik.

Big Brother dalam kemasan kecil

Tentu banyak yang bertanya, bagaimana wujud dan cara kerja chips pintar, yang diistilahkan sebagai Big Brother dalam kemasan kecil ini ? Apakah ini teknologi terbaru? Chips RFID pada intinya adalah sebuah transponder dalam ukuran supermini, yang diprogram secara elektronik dengan informasi khusus. RFID ada yang aktif, dalam arti dilengkapi pembangkit energi sendiri, maupun yang pasif dan tergantung energi dari luar. Untuk membaca informasinya, dibutuhkan antene atau kumparan dan sebuah pesawat penerima radio yang dilengkapi dekoder. RFID bukan teknologi baru, karena telah ditemukan tahun 60-an. Yang baru adalah penemuan chips superkecil bagi sistem tsb.

Antena atau kumparan berfungsi memancarkan sinyal radio, untuk mengaktifkan dan membaca data yang disimpan di dalam chips. Data atau informasi yang disimpan, biasanya sistem kriptografi sepanjang 32 sampai 128 bit, yang berisi informasi produk. Antena ini bentuk dan kekuatannya beragam, ada yang dapat dipasang di pintu masuk jalan tol, menghitung jumlah mobil yang masuk, atau dipasang di rangka pintu, untuk membaca chips barang yang dibawa orang yang lewat, atau di kassa tempat pembayaran, untuk membaca informasi produk bersangkutan.

Memang para petinggi di perusahaan Gilette mengatakan, chip RFID yang dipasang di produknya akan di non-aktifkan, jika konsumen memintanya, ketika membayar produk yang dibelinya di kassa. Juga supermarket Wall Mart meyebutkan, RFID yang dipasang di produk yang dijualnya dapat dinon-aktifkan di kassa. Artinya, jika konsumen tidak mengetahui, produk bersangkutan dipasangi chips mata-mata, RFID tetap aktif. Dengan begitu, konsumen akan tetap dimatai-matai.

Untuk barang konsumen, RFID yang dipasang kebanyakan yang pasif, jadi hanya menjawab jika dipanggil sinyal radio yang frekuensinya sesuai. Industri pembuat chips dan sistem RFID di Jerman, KSW-Microtec menyebutkan, jangkauan pembacaan sinyalnya antara tiga sampai lima meter. Jika terdapat penghalang, sinyalnya akan melemah sampai tidak terdeteksi. Semua sistem RFID yang dipasarkan, memang harus memenuhi norma industri yang berlaku. Akan tetapi banyak yang melupakan, terdapat cukup banyak teknisi radio amatir yang mampu membuat pesawat pemancar dan penerima yang cukup kuat, untuk dekoding sinyal RFID. Juga polisi kini ibaratnya berlomba dengan penjahat canggih, untuk dapat mencegah kejahatan memanfaatkan teknologi RFID tsb.

[DW-WORLD.de]

Tidak ada komentar: